“Kalau jadinya akan seperti ini.. daun gugur pun takkan
kubiarkan menyentuh tanah..”
—
Langit tampak mendung. Salju un tidak turun sama sekali.
Dan lelaki ini. Lelaki yang sedari tadi diam mematung di depan jendela ruangan
kecil bernuansa perkantoran. Pandangannya kosong. Pikirannya sibuk berkutat
dengan memori-memori yang terlintas di benaknya.
Flashback, Yokohama, 24 Desember, 20 tahun lalu
“Ibu.. ibu dimana?” pekik anak lelaki itu setengah menangis. Sambil memeluk
boneka beruang yang sedari tadi dibawanya, anak laki-laki itu berteriak
memanggil eommanya sambil masih kebingungan di tengah sibuknya pusat
perbelanjaan terbesar di Yokohama.
“Hai..” suara seorang gadis kecil membuat anak lelaki itu
berbalik, menoleh ke sumber suara. Anak lelaki itu mendapati seorang gadis
kecil tengah tersenyum padanya. “Kau tersesat ya?” tanya gadis kecil itu. Anak
lelaki itu mengangguk ragu. Sedetik kemudian, tangannya sudah ditarik gadis
kecil itu menuju ke sebuah toko ornamen natal, menemui seorang wanita yang
sepertinya adalah eomma dari gadis itu. Wanita itu tersenyum kemudian membelai
lembut kepala anak lelaki itu. “Ah kau sedang mencari ibumu? Aku jamin ia pasti
ke sini sebentar lagi..” kata wanita itu lemah lembut.
“Seungjin!” panggil seorang wanita. Seungjin berbalik dan
mendapati ibunya membawa beberapa paper bag besar. Ia tersenyum senang dan
langsung memeluk ibunya. “Ah.. Jinah.. tak kusangka kita akan bertemu di
Yokohama. Apa kabarmu?” ibunya menyapa ibu dari gadis itu. “Astaga Minyoung..
aku nyaris tak mengenalimu.. kau bertambah cantik saja.. hahah.. aku baik.. kau
sendiri?” Wanita bernama Minyoung itu memeluk Jinah sebelum Jinah menjawab
pertanyaannya. Reuni teman lama semasa bangku sekolah menengah atas.
“Kau juga bertambah cantik, Minyoung.. haha.. wah sekarang
Sunmi sudah besar ya..” Jinah tersenyum pada Sunmi. Sunmi balas tersenyum.
“Iya.. waktu memang bergulir cepat.. dulu juga saat aku ke
rumahmu, kau masih menimang-nimang Seungjin.. sekarang ia sudah tumbuh besar..”
Minyoung membelai lembut kepala Seungjin.
“Sepertinya aku harus pulang sekarang.. aku sudah ditunggu
Kak Hyojin.. aku pulang dulu ya, Jinah.. sampai nanti.. Seungjin, katakan
terima kasih pada tante Minyoung..” kata Jinah diakhiri dengan membelai kepala
Seungjin.
“Gamsahamnida tante Minyoung.. gomawoyo Sunmi..” ucap
Seungjin malu-malu. Dibalas senyuman oleh Sunmi. Setelah saling melambaikan
tangan tanda berpisah, mereka berjalan ke arah yang berbeda.
“Seungjin-ssi!” suara Sunmi terdengar lagi. Gadis itu lari
tergopoh-gopoh menghampiri Seungjin. Gadis itu menggenggam tangan Seungjin,
membuka telapak tangannya, dan menaruh sebuah benda kecil.
Liontin beberntuk snowflake.
“Simpan baik-baik ya.. ini kenang-kenangan dariku..” kata
Sunmi tersenyum manis kemudian berlari ke arah eommanya. Seungjin menatap
liontin itu sejenak, kemudian menggangguk semangat dengan senyum innocent
terulas di wajahnya.
—
Seungjin tersenyum. Sadar bahwa liontin snowflake itu kini
tergantung apik di sudut ponselnya. Ia mengalihkan pandangannya. Melihat sebuah
kotak dengan gembok berkarat dengan kunci yang tergantung di sana. Gantungan
kunci itu. Mengingatkannya pada sesuatu..
Flashback, Seoul, 2 Februari, 8 tahun lalu
Seungjin tengah menikmati waktu senggangnya di sebuah cafe berkonsep klasik.
Sambil membaca surat kabar yang sedari tadi digenggamnya, sesekali ia menyesap
americano latte dalam cangkir putih yang ia pesan. Diliriknya jam tangan hitam
yang melingkari pergelangan tangan kirinya. Ia mendengus pelan kemudian melipat
surat kabar yang dia bawa menjadi empat lipatan. Menenggak habis americano yang
dipesannya, kemudian berjalan terburu-buru keluar.
BRUKK
Ia menabrak seorang yeoja. Membuat dompet yang sedang
dipegang yeoja itu terjatuh. Seungjin mengambil dompet itu dan menyerahkannya
pada yeoja itu seraya membungkuk. “Maaf.. maafkan saya.. saya tidak-” kalimat
Seungjin terhenti ketika sadar siapa yeoja yang ia tabrak tadi. “Sunmi..” kata
Seungjin dengan nada sedikit bertanya. “Seungjin?” Sunmi balas bertanya.
Keduanya terdiam. Sesaat kemudian, tawa meledak di antara mereka.
“Apa kabar Seungjin? Sudah 12 tahun kita tak bertemu..”
kata Sunmi tersenyum.
“Baik sekali.. kau sendiri Sunmi? Masih tinggal di
Yokohama?” tanya Seungjin ramah.
“Baik.. Aku sudah pindah ke Seoul sejak 2 tahun lalu..
heheh.. kau.. manager?” tanya Sunmi kagum.
“Sebenarnya aku harus meneruskan bisnis ayah, jadi.. ya
aku wakil manager..” jawab Seungjin melirik jam tangannya. 5 menit lagi meeting
akan dimulai.
“Kau terburu-buru ya? Pergilah.. nanti kita bercakap-cakap
lagi.” kata Sunmi ramah.
“Ah iya maaf tak bisa lama-lama.. selamat tinggal..” kata
Seungjin. Kakinya menginjak sesuatu. Ia membungkuk mengambil benda kecil itu.
Sebuah liontin berbentuk pita. Seungjin memanggil Sunmi. Memberitahu bahwa ia
baru saja menjatuhkan sesuatu. Sunmi hanya tersenyum dan balas berteriak,
“Simpan saja.. Anggap itu kenang-kenangan dariku..”
—
Seungjin duduk di meja kerjanya dengan wajah kusut.
Semakin ia melihat liontin-liontin itu, memorinya terus berputar ke belakang.
Satu sosok yang selalu memenuhi benaknya. Kwon Sun Mi. Yeoja itu selalu berlalu
lalang dalam ingatannya. Ia melihat sebuah dokumen yang sedari tadi tergeletak
di atas meja. Ia terlalu banyak melakukan flashback hingga lupa bahwa ada
dokumen yang membutuhkan tanda tangannya di bawah tulisan ‘Wakil Manager’.
Tangan kanan Seungjin memutar kunci laci kerjanya yang berasa di samping meja
kerja dari kayu oak miliknya. Ia memegang sesuatu yang tergantung. Matanya
melirik ke arah benda itu.
Flashback, Seoul, 4 Maret, 8 tahun lalu
Setelah saling bertukar alamat, Seungjin sering berkunjung ke apartemen Sunmi,
begitu sebaliknya. Seperti halnya pagi itu, ia mengetuk pintu apartemen gadis
berambut ikal coklat itu. Menunggu sang tuan rumah membukakannya. Pintu itu
terbuka, sang pemilik apartemen menyembulkan kepalanya di balik pintu kemudian
tersenyum. “Masuklah Seungjin..” Sunmi membukakan pintu lebih lebar.
“Ya! Kwon Sun Mi! Kau mau membunuhku?” pekik Seungjin
melihat tangan kanan Sunmi yang tengah menggenggam gunting. Sunmi melihat ke
arah tangan kanannya.
“Shin Seung Jin! Aku tak mungkin membunuhmu babo! Aku
sedang membuat layang-layang berbentuk Cicada* .. bantulah aku, kumohon..” kata
Sunmi duduk di depan meja yang penuh dengan barang-barang prakarya. Kertas,
lem, manik-manik, botol cat, semuanya berserakan di sekitar meja.
“Eh? Layang-layang Cicada? Untuk apa?” tanya Seungjin
mulai membantu Sunmi menggunting pola yang sudah dibuat Sunmi.
“Aku akan mengikuti ‘Tokyo in Seoul Summer Festival’ siang
ini di Sea Shell Exhibition Center. Di sana ada lomba membuat hasil karya
dengan tema musim panas. Kupikir karena datangnya musim panas ditandai dengan
suara Cicada yang mulai terdengar, jadi kubuat saja layang-layang berbentuk
Cicada..” jelas Sunmi panjang lebar.
“Oh? Lalu bagaimana kalau ada yang menjiplak hasil
karyamu?” tanya Seungjin menempelkan pola tersebut ke rangka layang-layang yang
dibuat Sunmi.
“Aku sudah punya cadangan..” Sunmi yang tampak serius
menggunting detail-detail penting dari layang-layangnya, menunjuk ke arah benda
yang ia maksud dengan gunting, kemudian melanjutkan aktivitasnya lagi. Seungjin
menoleh ke arah yang ditunjukkan Sunmi. Sebuah lampion dengan bentuk serangga
Aburazemi ** tergantung apik di ujung bingkai jendela apartemen Sunmi.
“Serangga lagi.. mereka punya sifat yang nyaris sama kan?
Mengapa tidak cari bentuk lain saja?” usul Seungjin kembali berkutat dengan
layang-layang Cicada.
“Aku hanya ingin mencoba hal yang berbeda. Jarang sekali
ada orang yang memperhatikan hal-hal kecil seperti serangga. Semua orang hanya
memperhatikan hal-hal yang umum..” jawab Sunmi menempelkan pita dan beberapa
kertas yang ia potong panjang. “Nah selesai.. ayo kita ke Sea Shell Exhibition Center
sekarang sebelum berdesak-desakan..” Sunmi membawa layang-layang itu dengan
sangat hati-hati.
Seungjin tersenyum. Sunmi yang ia kenal memang tak pernah
berubah. Masih Sunmi yang teliti. Sunmi yang kreatif. Sunmi yang ia kenal
sebagai Kwon Sun Mi yang punya tempat khusus di hatinya. Sunmi yang ia kenal
sebagai sahabat baik sekaligus teman masa kecilnya.
“Ya! Seungjin! Apa yang kau lakukan di sana? Cepatlah!”
teriak Sunmi yang ternyata sudah berada di luar apartemennya. Setelah mengunci
pintu apartemennya, Sunmi dan Seungjin bergerak menuju Sea Shell Exihibition
Center.
Sesampainya di lokasi, Seungjin membiarkan Sunmi masuk
sementara ia menunggu di luar gedung karena terlalu banyak orang. Ia
mengeluarkan sebuah buku dan mulai membacanya. Sesekali ia melirik ke jam
tangannya. Ia kembali serius membaca buku sampai..
“Kyaaa.. Seungjin!! Aku menaaangg” teriak Sunmi menghambur
ke arah Seungjin. Memeluknya secara refleks. Seungjin hanya memasang wajah
datar. Ia tak dapat berkata apa-apa setelah pelukan Sunmi melayang ke tubuhnya.
Walau hanya sepersekian detik, namun pelukan itu membuat ia terdiam.
“Chukkaeyo, Sunmi..” kata Seungjin masih berusaha mengendalikan dirinya
sendiri. “Ini untukmu..” Sunmi menyerahkan sesuatu pada Seungjin.
Sebuah liontin gunting.
“Penghargaan untuk seseorang yang sangat berjasa membuat
aku berhasil menang. Simpan ya.. sebagai kenang-kenangan..” kata Sunmi
tersenyum manis. Seungjin balas tersenyum dan memeluk Sunmi. Pelukan yang jauh
lebih hangat dan lama.
—
Seungjin memukul meja kerjanya frustasi. Ia lelah terjebak
dalam ruang nostalgia bersama Sunmi. Setelah menandatangani dokumen yang ada di
mejanya, ia bergegas keluar ruangan. Membawa sebuah tas kecil. Folder dokumen
itu ia serahkan pada sekertarisnya. Ia berlari menuju kendaraan metalik
merahnya. Menyalakan mesin kendaraan itu kemudian membiarkan kendaraan itu
bergerak diiringi suara deruan mesin. Matanya tak sengaja melirik gantungan
kunci pada tas kecil yang dibawanya.
Flashback, Jeju Island, 6 Januari, 6 tahun lalu
Mentari menyambut Seungjin untuk mengawali aktivitasnya. Ia tidak sedang berada
di Seoul. Kali ini ia berada di Jeju Island. Pekerjaan sampingannya adalah
sebagai seorang fotografer. Ia sudah terkenal sebagai fotografer terkenal.
Namanya tersohor ke seluruh Korea. Setelah membuka kedua matanya dari tidur
panjang semalam, ia melangkahkan kakinya turun dari tempat tidur dan membuka
jendela kamarnya. Udara Jeju yang masih segar menyeruak masuk ke kamar itu.
menambah kesan sejuk pada kamar itu. Ponselnya berdering. Ia meraih ponselnya
kemudian melihat layar benda mati itu. Ternyata ada sebuah pesan yang masuk.
To: Shin Seung Jin
From: Kwon Sun Mi
Ohayou (selamat pagi dalam bahasa Jepang)! Ireona (bangun) usagi***!! Kakakku
mencarimu. Katanya kau harus sarapan bersama kami! Cepatlah! :p
To: Kwon Sun Mi
From: Shin Seung Jin
Ne.. aku akan segera menyusul. Kau ini yeoja tapi caramu membangunkanku seperti
debt collector. -_-
Yumi. Kwon Yu Mi. Kakak dari Sunmi adalah alasan mengapa
ia ada di Jeju sekarang. Yumi dan calon suaminya sedang membuat film pendek
sekaligus iklan untuk produk perusahaan mereka, Spectaclular Corp. Setelah
meraih tas kecil hitam berisi kamera, ia melangkah menuruni tangga menuju ke
kafeteria hotel. Ia membungkuk ramah begitu melihat Yumi dan calon suaminya.
Mereka makan dalam sunyi.
Acara makan bersama itu pun berakhir. Seungjin melanjutkan
tugasnya sebagai fotografer. Selepas mengerjakan tugasnya, benar-benar selesai,
ia duduk di atas sebuah batu karang di tepi pantai. Mengambil beberapa panorama
luar biasa di pantai Pulau Jeju. “Seungjin-ssi..” suara seseorang menghentikan
hobinya itu. Kwon Yu Mi berdiri di belakangnya sambil tersenyum. Menampakkan
dimples yang membuat wajahnya terlihat manis.
“Oh noona..” Seungjin membungkuk sopan.
“Seungjin-ssi, aku mengucapkan banyak terima kasih atas
kerja samanya. Aku harap kita bisa berkerja sama lagi lain kali. Sebagai tanda
terima kasihku, kuharap kau mau menerima ini..” Yumi menyodorkan sebuah kotak
kecil. Seungjin menerimanya dengan ragu.
“Gamsahamnida noona.. tapi sebenarnya ini tak perl-”.
“Kata Sunmi, kau suka mengoleksi gantungan kunci. Nah aku harap itu bisa
menambah koleksimu..” Yumi tersenyum lagi. “Simpanlah baik-baik kata Sunmi..”
tambahnya kemudian pergi.
—
DIIIINNN..
Suara klakson mobil terdengar begitu keras hingga membuat
Seungjin terkesiap. Ia menghentikan laju mobilnya. Sial. Ia flashback lagi.
“Kwon Sun Mi, kau dimana? Kau membuatku nyaris gila dan nyaris mati kecelakaan
hanya karena memikirkanmu..” kata Seungjin pelan. Ia melirik ponselnya. Melihat
tanggal. Tanggal 23 Desember. Matanya terbelalak ketika mengingat tanggal hari
ini. Ia segera tancap gas menuju Incheon International Airport. Tak peduli
kecepatan kendaraannya sudah nyaris mencapai angka maksimum. Ia hanya ingin
cepat sampai. Ia ingin cepat bertemu dengan Sunmi. Yeojanya. Yeoja yang telah
mengambil alih fungsi otaknya.
Flashback, Incheon International Airport, 23 Desember, 5
tahun lalu
“Apa kau harus benar-benar pergi, Sunmi?” tanya Seungjin
sedih. Ia menggenggam lembut tangan Sunmi yang sekarang sedang menunggu jam
terbang pesawatnya.
“Ne.. Aku harus.. Aku harus menyusul kakakku ke Paris..
Aku harus meneruskan karirnya sebagai seorang model..” jawab Sunmi pelan.
“Tapi.. tak bisakah kau diam dan menetap di sini? Tetap di
sini.. de..demi aku?” tanya Seungjin berterus terang. Direspon oleh mata Sunmi
yang membulat sempurna. Seungjin menggenggam kedua tangan Sunmi dengan lembut.
“Saranghaeyo Kwon Sun Mi.. Aku mencintaimu sejak dahulu. Sejak pertma kali kita
bertemu setelah 12 tahun terpisah.. maukah kau menjadi yeoja chinguku?” tanya
Seungjin sambil menatap lurus manik obsidian milik Sunmi. Sunmi hanya mengulum
senyum.
“Kalau kau benar mencintaiku, tunggulah hingga aku
pulang.. 5 tahun lagi aku akan kembali..” ucap Sunmi pelan tapi pasti. Ia
melepas genggaman Seungjin.
“Sunmi-” . “Kalau kau memang benar mencintaiku, tunggulah
hingga aku pulang. Cinta sejati itu takkan pernah lelah menunggu bukan? Karena
cinta sejati tak pernah lekang oleh waktu..” Sunmi tersenyum optimis. Ia
merogoh sakunya. Meraih tangan kanan Seungjin dan menaruh sebuah kalung dengan
liontin kunci. Seungjin menatap Sunmi tidak mengerti.
“Kunci ini.. adalah jaminan kalau aku akan kembali. Aku juga punya satu..”
Sunmi menunjukkan kalung yang ia pakai. Liontin yang sama persis. Sunmi melirik
jam tangannya. Sudah waktunya ia pergi. “Aku pergi ya, Seungjin.. annyeong,
sampai bertemu 5 tahun lagi..” pamit Sunmi yang disusul dengan semakin
menjauhnya punggung yeoja itu dari pandangan Seungjin.
—
Tanpa menunggu lama, setelah kendaraannya terparkir sesuai
posisinya. Seungjin berlari menuju lobi airport sambil menggenggam erat liontin
kunci yang tergantung di kalungnya.
“Cinta sejati itu takkan pernah lelah menunggu.. karena
cinta sejati tak pernah lekang oleh waktu..”
Kata-kata Sunmi bergema di benaknya. Ia sampai di ruang
tunggu dekat gerbang kedatangan. Ia duduk menunggu di atas kursi biru cerah
yang terpajang di sana. Sunmi adalah orang yang tepat waktu. Seungjin tahu itu.
Perhatiannya hanya fokus pada kapan Sunmi akan kembali. Sampai..
“Pesawat Paris Airlines yang seharusnya sampai di Bandara
Incheon hari ini tepat pukul 15.00, dikabarkan baru saja jatuh. Pesawat meledak
di udara dan bangkainya masih terapung di Samudra Hindia dekat negara Oman.
Dipastikan seluruh awak kapal dan penumpang tewas dalam kecelakaan ini..”
Seungjin terdiam. Paris. Kecelakaan. Tewas. Tiga kata itu
sulit dicerna di benak Seungjin. Seketika langit seperti runtuh menimpa
Seungjin. Dadanya sesak. Ia ingin berteriak. Ia berlari menuju ke mobilnya.
Memukul kemudinya dengan kasar. Sebutir air mata mulai menuruni wajahnya. “Ya..
kau benar Sunmi..Cinta sejati memang tak lekang oleh waktu. Tapi manusia juga
tak bisa melawan waktu.. mereka punya batas waktu untuk menunggu cinta itu..
dan.. dan waktuku.. sudah.. terbuang begitu saja..” ujar Seungjin setengah
berteriak. Menangis memang takkan bisa mengubah keadaan namun setidaknya air
mata yang mengalir bisa sedikit menyalurkan perasaan sedih yang menggeluti hati
dan batinnya.
Keeseokan harinya, di sinilah Seungjin berdiri. Di puncak
bukit. Ditemani sebatang pohon yang peran daun-daun hijaunya sudah digantikan
salju. Sebuah benda tepat berada di bawah pohon itu. Seungjin menatap nanar
benda keras itu. Air mata mulai menuruni wajahnya lagi. Ia menyentuh benda itu.
Dingin. Sedingin hatinya sekarang. Ia tertunduk dan mulai terisak.
Mengaharapkan waktu bisa diputar balik.
“Aku tak tahu kalau kau merasa kehilangan yang sangat..
sama sepertiku..” suara seorang yeoja membuat isakannya terhenti. Yeoja itu
berlutut di depan benda kecil itu, menaruh seikat bunga, dan duduk di sebelah
Seungjin.
“Sunmi.. itu sungguh kau?” Seungjin bertanya dengan nada
ragu.
“Ya, Seungjin.. ini aku..” Sunmi tersenyum lembut.
Seungjin memeluk Sunmi dengan erat. Menangis dalam pelukannya. Sunmi tersenyum
dan bulir bening itu turut menuruni lekuk wajahnya.
“Sunmi.. Aku benar-benar merindukanmu..” Seungjin melirik
benda dingin yang sedari tadi menguras air matanya. Ia menyingkirkan salju yang
menutupi benda batu itu. Pusara itu.. bertuliskan nama ‘Kwon Yu Mi’.
“Miris sekali.. seharusnya aku bisa menghentikan Yumi
eonni untuk pergi hari itu. Tapi sayangnya aku tak bisa. Kalau tahu jadinya
akan seperti ini, bahkan daun gugur pun takkan kubiarkan menyentuh tanah..
apapun caranya. Sama seperti aku menghentikan Yumi eonni untuk pergi.. apapun
caranya..” Sunmi berterus terang sambil mengusap sisa salju yang terdapat di
atas pusara itu.
“Sunmi.. gomawoyo.. terima kasih sudah kembali dan
menepati janjimu.. kau kembali.. tapi Yumi noona dan Jinyoung oppa tidak..
sungguh tak adil..” Seungjin menatap Sunmi dengan lembut.
“Seungjin-ah.. aku mau.. menjadi yeoja chingumu.. terima
kasih sudah menungguku kembali..” Sunmi tersenyum dan memeluk Seungjin.
Seungjin tersenyum. Tiap butir salju yang jatuh menjadi saksi atas cinta
mereka. Cinta mereka yang sejati.
THE END
Footnote :
*Cicada: serangga yang banyak muncul saatmusim panas akan tiba
**Aburazemi: serangga yang menghasilkan suara seperti jangkrik, banyak muncul
saat awal musim panas
***Usagi: bahasa Jepang dari kelinci
Cerpen